CCS mampu menghilangkan sekitar 90% emisi CO2 dari aktivitas industri atau pembangkit listrik agar tidak terlepas ke atmosfer, kemudian menyimpannya secara aman dan permanen di bawah tanah. CO2 yang ditangkap ini pun dapat digunakan kembali untuk kebutuhan lain yang meningkatkan kualitas hidup.

Di Asia Pasifik, program dan studi terkait CCS terus berkembang, seperti yang dilakukan ExxonMobil bersama para mitranya yang mengembangkan rencana di Tiongkok, Singapura, Malaysia, Indonesia, dan Australia. Tujuannya untuk menangkap CO2 dari kawasan industri beremisi tinggi sekaligus mendalami potensi lokasi penyimpanan CO2.

Kami mematahkan semua mitos seputar CCS, mulai dari proses pengangkutan, penyimpanan, hingga pemanfaatan kembali CO2 yang sudah ditangkap.

Bagaimana cara kami memindahkan CO2 yang sudah ditangkap?

Setelah CO2 ditangkap, bagaimana membawanya agar bisa aman tersimpan atau dimanfaatkan lebih lanjut?

Ada banyak metode untuk memindahkan CO2 ke lokasi penyimpanan bawah tanah atau pabrik pengolahan. Mulai dari jalur pipa, truk, kereta api, hingga kapal. Berdasarkan penelitian, memindahkan CO2 sama amannya dengan metode distribusi gas yang selama ini berlangsung. Bahkan dalam beberapa aspek, CO2 justru lebih aman karena tidak mudah terbakar.

Cara paling umum untuk memindahkan CO2 adalah lewat jalur pipa, metode yang selama beberapa dekade terbukti aman digunakan dalam sektor industri energi.

Di Asia Pasifik, pengiriman CO2 bukan hal baru, karena dapat menggunakan pengangkutan skala besar seperti pengangkutan gas alam. Satu kapal dapat mengangkut 10.000 hingga 40.000 meter kubik CO2.

Pengangkutan lewat laut juga dapat memanfaatkan infrastruktur yang telah ada serta memungkinkan adanya perluasan yang cepat.

Eropa telah menggunakan kapal untuk mengangkut CO2 dari sumber utama ke terminal penyimpanan bawah tanah.

Dapatkah kita menyimpan CO2 dengan aman?

Penelitian oleh badan PBB yaitu Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC/Intergovernmental Panel on Climate Change) menemukan bahwa CO2 yang tersimpan di reservoir geologis memiliki 99% kemungkinan tetap tersimpan di bawah tanah selama lebih dari 1.000 tahun, seperti halnya siklus alami. IPCC menambahkan, jika lokasi penyimpanan tepat dan dikelola dengan baik, “CO2 dapat dihilangkan secara permanen dari atmosfer.”

Alison Hortle, peneliti senior di lembaga sains nasional Australia, CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation), menyatakan bahwa keamanan adalah faktor utama dalam menentukan tempat penyimpanan CO2.

“Butuh banyak upaya dalam memutuskan kecocokan suatu lokasi,” ujarnya. “Perlu waktu untuk memahami, memetakan, dan menguji aspek geologisnya. Kami perlu memastikan tempat tersebut dapat menyimpan CO2. Kemudian, kita menggunakan berbagai alat standar industri untuk melacaknya sekaligus memprediksi alirannya hingga jangka panjang.”

Aspek geologis ini umumnya terdiri dari lapisan batuan padat dan kedap, berjarak ribuan kaki di bawah tanah, dan jauh di bawah sumber mata air. Sama seperti struktur geologis yang dapat menyimpan minyak dan gas di bawah tanah selama ribuan tahun.

Setelah ratusan tahun, CO2 yang tersimpan ini mulai terisi mineral dan berpotensi menjadi material padat setelah tercampur dengan mineral lain. Artinya, makin lama CO2 tersimpan di bawah tanah, makin aman pula kondisinya.

Pengalaman ExxonMobil selama lebih dari 40 tahun di seluruh dunia telah menunjukkan bahwa CO2 yang disimpan di lokasi yang tepat di bawah tanah dan dipantau secara berkala, terbukti aman dan permanen. Kami terus-menerus memantau kondisi permukaan dan bawah permukaan, memanfaatkan sensor laser optik, perangkat pemancar radio otomatis (transponder) pemantau tekanan, dan teknologi seismik 4D.

Bagaimanapun, metode penyimpanan bukan satu-satunya pilihan yang aman dan permanen untuk mengolah CO2 yang telah ditangkap.

Apa lagi yang bisa kita lakukan setelah menangkap CO2?

Tidak hanya dapat disimpan secara aman dan permanen, CO2 yang ditangkap juga berpotensi dimanfaatkan kembali untuk membantu menciptakan produk yang bermanfaat untuk kehidupan modern.

Sekitar 230 juta ton CO2 di seluruh dunia dimanfaatkan setiap tahunnya untuk menghasilkan berbagai produk. Sebagian besarnya, yaitu sekitar 125 juta ton, digunakan dalam proses produksi pupuk. Manfaat lain CO2 bisa untuk produksi makanan dan minuman, pembuatan logam, pemadaman api, hingga pendinginan.

Di Australia, ExxonMobil telah menemukan cara untuk mendaur ulang emisi CO2 sekaligus berkontribusi kepada negara.

Tahun lalu, ExxonMobil menandatangani perjanjian pasokan jangka panjang dengan perusahaan Air Liquide dan BOC untuk menangkap dan memanfaatkan kembali CO2 dari Gas Conditioning Plant di Longford, Victoria. Air Liquide dan BOC akan membangun fasilitas baru guna memanfaatkan CO2 yang sudah ditangkap untuk proses mengolah air, menghilangkan kadar garam (desalinasi), produksi makanan dan minuman, serta industri medis.

Kepala ExxonMobil Australia Dylan Pugh mengatakan bahwa kerja sama dengan industri lain, berpadu dengan kebijakan pemerintah yang mendukung, dapat membantu mengembangkan inovasi pemanfaatan karbon dioksida yang telah ditangkap.

“Kolaborasi beragam industri ini merupakan contoh luar biasa dalam menciptakan pekerjaan konstruksi dan manufaktur baru di suatu wilayah, memberi dampak yang baik bagi lingkungan, sekaligus menyediakan produk yang bernilai.”

Tags

  • icon/text-size
You May Also Like

Jelajahi Selengkapnya

Mengapa CCS?