Fasilitas gas alam cair Papua Nugini (PNG LNG) mulai mengekspor LNG dalam jumlah sedikit lebih banyak dibandingkan tiga tahun lalu, dan menempatkan negara pulau ini ke dalam peta energi dunia. Sementara itu, bagi penduduk setempat, pencapaian ini memberikan beragam lapangan kerja dan peluang.

Saat ini terdapat sekitar 2.500 karyawan bekerja di PNG LNG, dengan lebih dari 80 persen adalah warganegara Papua Nugini. Pekerjaannya sangat beragam dan mencakup berbagai posisi teknis yang membutuhkan keterampilan tinggi untuk mengoperasikan dan memelihara mesin serta peralatan industri yang rumit yang ada di seluruh penjuru fasilitas.

Salah satu aspek penting dalam mendorong sejumlah lapangan kerja ini adalah dengan fokus pada pelatihan, termasuk program pelatihan operasi dan pemeliharaan intensif yang ditujukan bagi lulusan baru dari SMA. Program ini memberikan pengetahuan teknis dan praktek langsung – sekaligus kepercayaan diri – untuk menangani peralatan yang sangat canggih.

Dalam waktu beberapa tahun saja, lebih dari 200 pemuda Papua Nugini – 25 persen adalah wanita – sudah ikut serta dalam program ini, termasuk Michelle Samai, seorang lulusan baru yang tumbuh besar di provinsi kepulauan Britania Baru Timur.

“Dulu saya biasa membaca tentang PNG LNG di surat kabar,” jelas Samai, “tetapi saya tak pernah membayangkan akan bekerja di sana.”

Samai mulai bekerja di PNG LNG sejak 2015 sebagai bagian dari penyerapan peserta pelatihan gelombang ketiga. Ia secara resmi direkrut sebagai spesialis pemeliharaan setelah berhasil menuntaskan masa pelatihannya yang berdurasi sekitar setahun.

Ia dan rekan-rekan timnya sudah menangani beberapa tugas besar dan peralatan besar. Tugas ini mencakup pemeliharaan turbin-turbin yang mendayai 10 kompresor berukuran sebesar rumah dengan daya 30 megawatt, yang digunakan untuk mendinginkan dan mencairkan gas alam yang dialirkan melalui pipa ke dalam tangki-tangki sebelum dikirimkan ke lepas pantai.

“Ini pertama kalinya jenis pemeliharaan seperti ini diterapkan di pabrik yang melibatkan karyawan kami sendiri – dan karyawan dari Papua Nugini,” ujar John Hayes, salah seorang koordinator pemeliharaan di pabrik LNG.

Belum lama ini, kompresor-kompresor itu mencapai titik pengoperasian 25.000 jam dan sudah saatnya menjalani penggantian mesin. Prosesnya yang amat teliti melibatkan banyak teknisi terampil, baik dari ExxonMobil maupun GE, perusahaan yang memproduksi turbin itu.

“Hingga tahap terakhir pemeliharaan ini, kami biasanya mengirimkan kompresor kami ke fasilitas GE di luar negeri, dan ini adalah proses yang memakan waktu,” tambah Hayes.

Samai berujar bahwa ia suka bekerja sebagai bagian dari tim, baik dalam proyek besar maupun kecil. “Satu hari kami mungkin melumaskan dengan minyak gemuk dan mengganti baut pada jalur pipa, besoknya kami melakukan pemeliharaan kompresor besar,” paparnya.

Terlepas dari kemahiran teknis yang dilibatkan dalam pemeliharaan perangkat yang begitu kompleks, fakta bahwa operasi ini terjadi di lapangan di pabrik PNG LNG menggarisbawahi kemunculan Papua Nugini sebagai eksportir energi. Angka-angka telah membuktikannya. Tahun lalu, perusahaan mengekspor 7,9 juta ton LNG, sedangkan pada 2017, produksinya mencapai hampir 20 persen lebih banyak dari angka pemrosesan yang awalnya dirancang untuk pabrik ini.

Ekspor gas alam PNG LNG meningkatkan ekonomi Papua Nugini. Namun, yang sama pentingnya adalah menciptakan beragam lapangan kerja berkat bantuan dari pabrik ini serta peluang jangka panjang yang dihasilkannya bagi negara.

Keterangan foto: Teknisi PNG LNG, Michelle Samai, sedang menangani sebuah kompresor gas refrigeran berdaya 30 megawatt. PNG LNG memiliki 10 dari sekian turbin ini di seluruh lokasinya, yang membantu mendinginkan dan mencairkan gas alam.

Tags

  • icon/text-size
You May Also Like

Jelajahi Selengkapnya

Kotak ini bisa mengubah cara kita membuat energi, ayo lihat!
Ada Sampah Plastik yang Tidak Dapat Didaur Ulang: Bisakah Daur Ulang Mutakhir Mengatasinya?