Artikel ini telah diterbitkan pada 2016. M. Stanley Whittingham meraih Penghargaan Nobel Kimia pada 9 Oktober 2019 untuk pengembangan baterai yang dapat diisi ulang dan berikut adalah perkembangan terbarunya..

Jika Anda membaca artikel ini dari ponsel, tablet, atau laptop, Anda patut berterima kasih kepada Dr. M. Stanley Whittingham. Pada 1970-an, Dr. Whittingham sedang bekerja di laboratorium penelitian korporat ExxonMobil di Clinton, New Jersey ketika dirinya menciptakan contoh pertama teknologi baru yang radikal: baterai ion litium isi ulang.

Atas terobosan ini, Dr. Whittingham dianugerahi Penghargaan Nobel Kimia 2019 bersama dengan Dr. John Goodenough dari University of Texas at Austin dan Dr. Akira Yoshino dari Meijo University di Nagoya, Jepang. Saat ini, Dr. Whittingham merupakan Profesor Luar Biasa untuk Ilmu Kimia dan Material di Binghamton University, New York.

Sebelum bergabung dengan Binghamton University, Dr. Whittingham bekerja untuk ExxonMobil, melakukan riset yang membuka jalan bagi pengembangan baterai ion litium isi ulang.. Secara khusus, beliau dan timnya menemukan bahwa ketika ion litium dijepit di antara lempengan titanium sulfida, ion-ion tersebut dapat bergerak bolak-balik antara kutub positif dan negatif, sehingga menciptakan listrik.

Berkat baterai ion litium, “kita berhasil meraih akses revolusi teknik,” ujar Sara Snogerup Linse, salah seorang pengajar kimia fisika di Lund University, Swedia, yang mengetuai komite Nobel untuk penghargaan di bidang kimia.

Baterai isi ulang memang telah ada selama beberapa dekade sebelum Dr. Whittingham pertama kali memperkenalkan baterai hasil pengembangannya. Namun baterai-baterai isi ulang pada masa tersebut berupa baterai asam timbal berukuran besar yang hingga sekarang masih sering kita temukan pada mesin mobil. Dan meskipun baterai seng karbon sekali pakai masih digunakan untuk benda-benda seperti remote control, daur pemakaian dan penggantian baterai jenis ini untuk perangkat yang membutuhkan energi lebih besar seperti komputer akan merepotkan dan memakan biaya besar.

Riset awal menemukan bahwa litium logam yang sangat reaktif dapat digunakan untuk menyimpan energi, namun Dr. Whittingham merupakan orang pertama yang menemukan bagaimana ini dapat terwujud pada suhu kamar tanpa risiko ledakan. Desain asli beliau menggunakan material titanium sulfida bertegangan 2,5 volt, dan desain interkalasi (penyisipan ion sedemikian rupa sehingga dapat dilepas kembali) tersebut terbukti aman dan menjadi dasar untuk baterai ion litium modern.

XOM_StanleyWhittingham

Dr. Whittingham pada tahun 1979 dalam publikasi Exxon Research and Engineering. Kanan, Dr. Whittingham sekarang sebagai pengajar di Binghamton State University. Gambar milik: ExxonMobil, Dr. M. Stanley Whittingham

Pada tahun 1980 Dr. Whittingham bekerja sama dengan rekannya sesama penerima Nobel, Dr. Goodenough dari University of Texas at Austin, untuk mengembangkan terobosan awalnya dengan menggunakan oksida logam dan material dengan tegangan yang lebih tinggi, sebesar 4 volt. Di belahan dunia lain di Jepang, Dr. Yoshino berhasil mengembangkan baterai ion litium komersial pertama, dengan menggunakan penelitian tersebut sebagai dasarnya.

Teknologi ion litium dengan kepadatan  energi tinggi saat ini mampu menghidupkan laptop, tablet, ponsel, dan sebagian besar mobil listrik. Baterai ini bahkan mampu menyokong pesawat bertenaga surya, contohnya Solar Impulse 2 yang terkenal, agar mampu terbang setelah matahari terbenam. Jaringan listrik berbasis sumber tenaga non-konsisten seperti tenaga angin atau surya juga mulai mengandalkan baterai ion litium besar untuk menyimpan energi sebagai cadangan ketika permintaan melampaui tenaga yang mampu dihasilkan.

Dr. Whittingham, Dr. Goodenough, dan Dr. Yoshino mengembangkan karya yang dihasilkan satu sama lain dan mengubah penelitian baru ini menjadi inovasi yang mengubah cara penggunaan dan penyimpanan energi di dunia.

Gambar milik: ExxonMobil Historical Collection, [nomor identifikasi: di_10643-di_10650], The Dolph Briscoe Center for American History, The University of Texas at Austin

Sumber:
Forbes: Solar Plane Takes To The Skies Again To Display Clean Energy’s Potential
Pipe Dream: BU professor recognized for contributions to creation of lithium-ion battery
Quartz: The man who brought us the lithium-ion battery at the age of 57 has an idea for a new one at 92

  • icon/text-size
You May Also Like

Jelajahi Selengkapnya

Xiaojun Huang: Pencarian sejati untuk kecerdasan buatan
Menyeimbangkan tuntutan energi dan iklim